Walau Berzikir Tetap Saja Lupa



“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab: 41)
Pastilah zikir itu teramat penting sehingga Allah tidak sekedar meminta kita berzikir tapi zikir sebanyak-banyaknya.
Pastilah zikir itu sangat dibutuhkan oleh hati manusia sebagaimana ikan itu butuh dengan air, sehingga Allah mengharuskan zikir sebanyak-banyaknya.
Pastilah zikir itu sangat menentukan baik atau buruknya kondisi hati, maka Allah wajibkan hati itu mengingat sebanyak-banyaknya Sang Penguasa hati.

Istilah zikrullah secara bahasa artinya adalah mengingat Allah. Sedangkan secara syar’i maksudnya adalah kesadaran muslim sebagai makhluk Allah yang wajib untuk berpikir secara islami dan berbuat sesuai syariat Islam, baik dia sedang berdiri, duduk, berbaring, atau apapun. Apalagi jika sedang mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah: lailaha illallah!
Kesadaran ini menjadi ruh setiap perbuatan muslim, dan membedakannya dengan orang kafir. Karena dengan kesadaran itu, seorang muslim akan selalu terikat dengan syariat dan aturan Allah, sehingga dia isi kehidupan ini hanya dengan perbuatan yang mendatangkan pahala dan selalu berusaha meninggalkan perbuatan dosa. Tanpa kesadaran itu, seorang muslim tidak ada bedanya dengan orang kafir.
Bisa jadi ketika seseorang menolong orang dengan hati baiknya dia mendapatkan nilai kemanusiaan. Dia melaksanakan ibadah atau meditasi, dengan hati beningnya dia mendapatkan nilai keruhanian. Dia bersikap jujur dan adil, dengan jiwa luhurnya dia memegang nilai moral. Namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari Allah bila apa yang dilakukan itu tidak dia kaitkan dengan perintah Allah serta motivasi iman dan takwa. Dia tidak mendapatkan pahala, apalagi keridlaan-Nya.
Istilah ingat atau zikir kepada Allah selama ini sering salah kaprah. Hanya dibatasi dengan perbuatan mengucapkan kalimat-kalimat tahlil, takbir, tahmid, tasbih, istighfar, dan lain lain. Itupun tidak jarang berupa pelafalan tanpa makna. Karenanya, seorang muslim sering mengucapkan kalimat thoyyibah, bahkan malah menjadi agenda rutin akan tetapi perbuatannya banyak melanggar perintah Allah.
Orang itu senang berzikir untuk mengingat Allah, tetapi lupa dan enggan dengan aturan Allah. Selain perbuatan sunnah mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah, paling banter dia melakukan perbuatan wajib yang termasuk ibadah ritual belaka seperti: shalat, puasa Ramadhan, zakat fithrah, dan pergi haji. Di luar itu, dia seolah lupa bahwa Allah punya aturan yang sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.
Walhasil, dia rajin berzikir dalam ibadah ritual saja, tetapi malas berzikir kepada Allah dalam dimensi-dimensi sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keuangan, politik, dan sebagainya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad dalam aspek non ritual itu bukan wahyu, tapi kreasi sosial kultural beliau.
Orang seperti ini pun banyak meninggalkan perbuatan wajib dan sunnah di bidang non ritual, bahkan dengan tanpa rasa bersalah dan berdosa menerjang larangan-larangan Allah. Ini semua akibat berzikir tetapi lupa.
Semoga zikir kita benar-benar kebutuhan bukan hanya pengisi acara-acara pertemuan. Apalah artinya hidup tanpa mengingat Allah Sang Penentu kehidupan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © IKATAN DA'I INDONESIA Ponorogo. Design by Web Directory | Download from Blog Template
CHEAP Kentucky Derby Tickets, Best Website Hosting, Premium Wordpress Themes