Ikatan Da'i Indonesia Ponorogo Menebar Islam Rahmatan Lil Alamain!

Jl. Soekarno Hatta Pasar Legi Selatan Lt. 2 Blok AD5 Ponorogo

  • PROGRAM IKADI
  • Download
  • DAFTAR JADI DONATUR
  • AGENDA IKADI PONOROGO

Lupakan Jasa dan Kebaikan Diri

Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk.

Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah. Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, sebetulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan.

Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya.
Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan. Maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran. Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi.
Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.

Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru.
Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.

Andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.
Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?

Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya.

Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.

Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.

Wallahu a'lam bishshawab


Dikutip dari Rubrik Manajemen Qalbu situs Daarut Tauhiid

Belajar Dari Lebah


Untuk keluarga yang ingin Sakinah… BELAJAR DARI LEBAH
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah dan terus bertambah (Al Fath 4)
Tidak hanya seorang nabi dan rasul yang pernah mendapatkan wahyu dari Allah, ternyata seekor binatang juga pernah mendapatkan wahyu dari Allah untuk membenahi cara hidup dan pola kehidupannya hingga memperoleh ketenangan yang dapat memancarkan ketenangannya itu kepada manusia.
Surat An Nahl yang artinya lebah, memberikan inspirasi kepada kita untuk bisa menegakkan pilar-pilar kehidupan yang penuh dengan ketenangan. Setidaknya ada lima pilar yang tercermin dalam surat tersebut untuk menuju pada ketenangan hidup.
1. Kemandirian
Lebah dalam membuat sarangnya, ia pergi ke gunung-gunung, bukit, pohon-pohon atau tempat lain yang nyaman untuk melakukan produktifitas madu dan sejenisnya.
Allah berfirman: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (An Nahl 68)
Keluarga muslim bisa belajar bagaimana lebah ini membangun kemandiriannya dalam keluarga, dalam menentukan arah dan kebijakan untuk meraih tujuan. Kemandirian ekonomi, kemandirian nilai dan kemandirian dalam menghadapi berbagai goncangan hidup adalah harga mati yang harus dimiliki oleh keluarga muslim.
Keluarga muslim berarti memiliki kemandirian manakala mampu istiqamah berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan lingkungan yang tidak Islami. Yasir dan Summayyah adalah suami isteri yang memiliki kemandirian nilai sehingga meskipun statusnya sebagai budak, ia mampu mempertahankan aqidah Islam yang diyakininya meskipun harus mati karena kezaliman majikannya yang menginginkan agar ia keluar dari Islam.
Dan dalam kehidupan sekarang yang pengaruh era globalisasi sedemikian besar, memiliki kemandirian nilai menjadi perkara yang amat penting, karena sesama anggota keluarga memang tidak bisa saling mengawasi setiap saat, bahkan tingkat kesibukan yang tinggi membuat anggota keluarga sulit berkomunikasi meskipun alat-alat komunikasi sudah semakin canggih.
2. Selalu makan yang halal
Lebah hanya mengambil makanan dari tempat yang manis, yang halal dan thayyib. Allah berfirman : kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). (An Nahl 69)
Maka jadikanlah keluarga anda sebagai keluarga islami yang hidup dari barang-barang yang halal dan jauh dari ketidak jelasan sumber maisyahnya. Halal dalam mencarinya dan halal dalam membelanjakannya.
Bila syariat telah melarang kita memberi makan keluarga dari sumber nafkah yang haram, maka sudah menjadi kewajiban suami agar hanya memberikan nafkah dari sumber yang halal, sehingga meskipun sedikit nafkah yang dapat diberikan suami tetapi mendapatkan barokah Allah, insya Allah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 172, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari sebaik-baik rezeki yang Aku berikan kepadamu, dan syukurlah kepada Allah, jika kalian benar-benar mengabdi (menyembah) kepada-Nya.
Seorang istri wajib mengingatkan suaminya agar tidak mencari nafkah pada pekerjaan yang dilarang Allah dan tidak mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil. Ia sudah semestinya mengatakan kepada suaminya, “Takutlah kamu dari usaha yang haram sebab kami masih mampu bersabar di atas kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas api neraka”. Sehingga merupakan suatu perbuatan zalim bila suami memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari harta haram. Mereka yang mungkin tidak mengetahui dari mana sebenarnya sumber nafkah yang diperoleh suami akan terkena getah perbuatan kepala keluarganya itu. Sebab dari dalam tubuh mereka telah tumbuh daging yang berasal dari harta haram. Naudzubillahi min dzalik. Semoga Allah melindungi tubuh kita dari harta haram, Allahumma amin.

3. Banyak manfaatnya
Dari input yang baik, maka menghasilkan output yang baik pula. Sebagaimana lebah, keluarga muslim berorentasi pada memberi bukan menunggu pemberian, atau menanti penerimaan dari orang lain. Allah berfirman : “Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya” (An Nahl 69) Dan Rasulullah juga bersabda : Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya
Sebaik-baik keluarga adalah keluarga yang selalu memberi manfaat kepada orang lain. Kebahagiaan bukan hanya kerana mampu memenuhi keperluan diri dan keluarga, tetapi juga mampu memberi kebahagiaan kepada orang lain. Karena menolong orang adalah rezeki bagi kita sebab rezeki tidak semestinya dalam bentuk uang. Menolong orang lain supaya mempunyai harga diri di depan anak dan isterinya juga adalah rezeki. Membantu anak tertangga supaya dapat bersekolah dan berhasil adalah juga rezeki. Kadang-kadang kita berasa berat mengeluarkan apa yang kita peroleh. Padahal apa yang kita keluarkan bagi membantu orang lain itu adalah rezaki kita.
4. Mampu bersosialisasi dengan baik
Lebah dapat hinggap diranting yang kecil tanpa mematahkannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul dengan banyak orang dan dan sabar atas tindakan buruk mereka itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak pernah bergaul dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka”
Maka profil keluarga muslim mestinya memiliki semangat human relation yangbaik, untuk membangun hubungan dan jaringan sosial di tengah masyarakat. Keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan karakteristik atau kepribadian individu atau anak dalam kehidupan bermayarakat. Kunci sukses hidup bermasyarakat adalah kemampuan untuk menjalin hubungan pertemanan. Dan apabila keluarga mengharapkan anaknya mampu bergaul dengan baik dan benar dalam masyarakat, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi terhadap anak sejak dini. Namun, mengajarkan anak suka berteman atau bergaul di dlam lingkungan sosial atau lingkungan masyarakat tidaklah mudah. Khususnya bagi anak yang memang suka menyendiri  atau tidak suka berteman.
Sosialisasi perlu dilakukan terhadap anak, karena apabila anak tidak dibekali aturan-aturan sosial dan nilai-nila islam maka saat anak beranjak remaja atau dewasa dan mulai berteman dengan banyak orang anak akan mendapat benturan dari lingkungan sosial atau lingkungan masyarakatnya. Bentuk dari benturan-benturan ini bisa bermacam-macam, anak yang tidak dibekali oleh aturan-aturan sosial dan nilai islam namun memiliki rasa percaya diri yang kuat, maka anak bisa dianggap aneh oleh masyarakat. Proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua juga ditentukan oleh profesi atau pekerjaan orang tua, status orang tua dilingkungan mayarakat, dan kemampuan ekonomi serta faktor yang lainnya. Berbagai profesi atau pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat penting tentang bagaimana cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
5. Ketulusan yang paripurna
Lebah dengan tulus berperan membantu penyerbukan bunga.Ketulusan ini adalah inspirasi mulia, bahwa memberi itu lebih mulia daripada menadahkan tangan untuk menerima, apalagi meminta-minta. Dalam memberikan apapun  tidak perlu hitung-hitungan karena Allah pun akan menghitung. “Bersedekahlah dan jangan kamu menghitung-hitung sehingga Allah juga akan memakai hitungan-hitungan terhadapmu” (HR Ahmad)
Bukan saja dalam masalah financial, tetapi juga dalam cinta dan kasih saying. “Sebagaimana kamu memperlakukan, begitu pula kamu akan diperlakukan” (HR Ibn “Ady)
Semangat memberi rasa cinta inilah yang akan melanggengkan bangunan keluarga. Karena cinta akan menjadi perekat yang selalu actual menghadapi prahara. Karena orang yang berorentasi untuk memberi tentu akan selalu berusaha untuk menggali dan mencari mutiara dalam keluarga.
Kehidupan rumah tangga Rasulullah penuh dengan ketulusan memberikan rasa cinta. Itu sebabnya dakwah Islam mengalami kesuksesan. Maka setiap muslim dianjurkan untuk selalu tulus memberikan cintanya pada pasangannya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ’alahi wasallam secara tulus mengekspresikan cinta pada para istrinya. Beliau pernah memanggil ’Aisyah dengan sebutan humaira, yang berarti pipi kemerahan. Tentu saja ekspresi cinta berupa pujian ini melambungkan hati ’Aisyah.
Rasulullah pun tidak malu memberikan tulus cinta pada ’Aisyah ketika ada seorang sahabat yang bertanya tentang siapa yang dicintai oleh Nabi. Dari golongan laki-laki Rasulullah menjawab Abu Bakar, sedangkan dari golongan perempuan adalah ’Aisyah.
Rasulullah juga dengan senang hati kerap menjahit sendiri bajunya dan membantu pekerjaan istri-istrinya. Beliau melakukan semuanya sebagai wujud perhatian dan ekspresi tulus cinta kepada sang istri.

Sumber: IkadiSurabaya

Wahai Anakku, Cintailah Al Qur'an


Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak adalah hal yang paling pokok dalam Islam. Dengan hal tersebut, anak akan senantiasa dalam fitrahnya dan di dalam hatinya bersemayam cahaya-cahaya hikmah sebelum hawa nafsu dan maksiat mengeruhkan hati dan menyesatkannya dari jalan yang benar. Para sahabat nabi benar-benar mengetahui pentingnya menghafal Al-Qur’an dan pengaruhnya yang nyata dalam diri anak. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya sebagai pelaksanaan atas saran yang diberikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits yang diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash,

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Sebelum kita memberi tugas kepada anak-anak kita untuk menghafal Al-Qur’an, maka terlebih dahulu kita harus menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an. Sebab, menghafal Al-Qur’an tanpa disertai rasa cinta tidak akan memberi faedah dan manfaat. Bahkan, mungkin jika kita memaksa anak untuk menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan rasa cinta terlebih dahulu, justru akan memberi dampak negatif bagi anak. Sedangkan mencintai Al-Qur’an disertai menghafal akan dapat menumbuhkan perilaku, akhlak, dan sifat mulia.

Menanamkan rasa cinta anak terhadap Al-Qur’an pertama kali harus dilakukan di dalam keluarga, yaitu dengan metode keteladanan. Karena itu, jika kita menginginkan anak mencintai Al-Qur’an, maka jadikanlah keluarga kita sebagai suri teladan yang baik dengan cara berinteraksi secara baik dengan Al-Qur’an. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memuliakan kesucian Al-Qur’an, misalnya memilih tempat paling mulia dan paling tinggi untuk meletakkan mushaf Al-Qur’an, tidak menaruh barang apapun di atasnya dan tidak meletakkannya di tempat yang tidak layak, bahkan membawanya dengan penuh kehormatan dan rasa cinta, sehingga hal tersebut akan merasuk ke dalam alam bawah sadarnya bahwa mushaf Al-Qur’an adalah sesuatu yang agung, suci, mulia, dan harus dihormati, dicintai, dan disucikan.

Sering memperdengarkan Al-Qur’an di rumah dengan suara merdu dan syahdu, tidak memperdengarkan dengan suara keras agar tidak mengganggu pendengarannya. Memperlihatkan pada anak kecintaan kita pada Al-Qur’an, misalnya dengan cara rutin membacanya.

Adapun metode-metode yang bisa digunakan anak mencintai Al-Qur’an diantaranya adalah:

1. Bercerita kepada anak dengan kisah-kisah yang diambil dari Al-Qur’an.

Mempersiapkan cerita untuk anak yang bisa menjadikannya mencintai Allah Ta’ala dan Al-Qur’an Al-Karim, akan lebih bagus jika kisah-kisah itu diambil dari Al-Qur’an secara langsung, seperti kisah tentang tentara gajah yang menghancurkan Ka’bah, kisah perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir, kisah Qarun, kisah nabi Sulaiman bersama ratu Bilqis dan burung Hud-hud, kisah tentang Ashabul Kahfi, dan lain-lain.

Sebelum kita mulai bercerita kita katakan pada anak, “Mari Sayangku, bersama-sama kita dengarkan salah satu kisah Al-Qur’an.”

Sehingga rasa cinta anak terhadap cerita-cerita itu dengan sendirinya akan terikat dengan rasa cintanya pada Al-Qur’an. Namun, dalam menyuguhkan cerita pada anak harus diperhatikan pemilihan waktu yang tepat, pemilihan bahasa yang cocok, dan kalimat yang terkesan, sehingga ia akan memberi pengaruh yang kuat pada jiwa dan akal anak.

2. Sabar dalam menghadapi anak.

Misalnya ketika anak belum bersedia menghafal pada usia ini, maka kita harus menangguhkannya sampai anak benar-benar siap. Namun kita harus selalu memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepadanya.

3. Menggunakan metode pemberian penghargaan untuk memotivasi anak.

Misalnya jika anak telah menyelesaikan satu surat kita ajak ia untuk jalan-jalan/rekreasi, atau dengan menggunakan lembaran prestasi/piagam penghargaan, sehingga anak akan semakin terdorong untuk mengahafal Al-Qur’an.

4. Menggunakan semboyan untuk mengarahkan anak mencintai Al-Qur’an.

Misalnya :
Saya mencintai Al-Qur’an.
Al-Qur’an Kalamullah.
Allah mencintai anak yang cinta Al-Qur’an.
Saya suka menghafal Al-Qur’an.
Atau sebelum menyuruh anak memulai menghafal Al-Quran, kita katakan kepada mereka, “Al-Qur’an adalah kitab Allah yang mulia, orang yang mau menjaganya, maka Allah akan menjaga orang itu. Orang yang mau berpegang teguh kepadanya, maka akan mendapat pertolongan dari Allah. Kitab ini akan menjadikan hati seseorang baik dan berperilaku mulia.”

5. Menggunakan sarana menghafal yang inovatif.

Hal ini disesuaikan dengan kepribadian dan kecenderungan si anak (cara belajarnya), misalnya :

* Bagi anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik melalui pendengarannya, dapat menggunakan sarana berupa kaset, atau program penghafal Al-Qur’an digital, agar anak bisa mempergunakannya kapan saja, serta sering memperdengarkan kepadanya bacaan Al-Qur’an dengan lantunan yang merdu dan indah.
* Bagi anak yang peka terhadap sentuhan, memberikannya Al-Qur’an yang cantik dan terlihat indah saat di bawanya, sehingga ia akan suka membacanya, karena ia ditulis dalam lembaran-lembaran yang indah dan rapi.
* Bagi anak yang dapat dimasuki melalui celah visual, maka bisa mengajarkannya melalui video, komputer, layer proyektor, melalui papan tulis, dan lain-lain yang menarik perhatiannya.

6. Memilih waktu yang tepat untuk menghafal Al-Qur’an.
Hal ini sangat penting, karena kita tidak boleh menganggap anak seperti alat yang dapat dimainkan kapan saja, serta melupakan kebutuhan anak itu sendiri. Karena ketika kita terlalu memaksa anak dan sering menekannya dapat menimbulkan kebencian di hati anak, disebabkan dia menanggung kesulitan yang lebih besar. Oleh karena itu, jika kita ingin menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an di hati anak, maka kita harus memilih waktu yang tepat untuk menghafal dan berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Adapun waktu yang dimaksud bukan saat seperti di bawah ini:
Setelah lama begadang, dan baru tidur sebentar,
Setelah melakukan aktivitas fisik yang cukup berat,
Setelah makan dan kenyang,
Waktu yang direncanakan anak untuk bermain,
Ketika anak dalam kondisi psikologi yang kurang baik,
Ketika terjadi hubungan tidak harmonis anatara orangtua dan anak, supaya anak tidak membenci Al-Qur’an disebabkan perselisihan dengan orangtuanya.

Kemudian hal terakhir yang tidak kalah penting agar anak mencintai Al-Qur’an adalah dengan membuat anak-anak kita mencintai kita, karena ketika kita mencintai Al-Qur’an, maka anak-anak pun akan mencintai Al-Qur’an, karena mereka mengikuti orang yang dicintai. Adapun beberapa cara agar anak-anak kita semakin mencintai kita antara lain:

* Senantiasa bergantung kepada Allah, selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak-anak. Dengan demikian Allah akan memberikan taufikNya dan akan menyatukan hati kita dan anak-anak.
* Bergaul dengan anak-anak sesuai dengan jenjang umurnya, yaitu sesuai dengan kaedah, “Perlakukan manusia menurut kadar akalnya.” Sehingga kita akan dengan mudah menembus hati anak-anak.
* Dalam memberi pengarahan dan nasehat, hendaknya diterapkan metode beragam supaya anak tidak merasa jemu saat diberi pendidikan dan pengajaran.
* Memberikan sangsi kepada anak dengan cara tidak memberikan bonus atau menundanya sampai waktu yang ditentukan adalah lebih baik daripada memberikan sangsi berupa sesuatu yang merendahkan diri anak. Tujuannya tidak lain supaya anak bisa menghormati dirinya sendiri sehingga dengan mudah ia akan menghormati kita.
* Memahami skill dan hobi yang dimiliki anak-anak, supaya kita dapat memasukkan sesuatu pada anak dengan cara yang tepat.
* Berusaha dengan sepenuh hati untuk bersahabat dengan anak-anak, selanjutnya memperlakukan mereka dengan bertolak pada dasar pendidikan, bukan dengan bertolak pada dasar bahwa kita lebih utama dari anak-anak, mengingat kita sudah memberi makan, minum, dan menyediakan tempat tinggal. Hal ini secara otomatis akan membuat mereka taat tanpa pernah membantah.
* Membereskan hal-hal yang dapat menghalangi kebahagiaan dan ketenangan hubungan kita dengan anak-anak.
* Mengungkapkan rasa cinta kepada anak, baik baik dengan lisan maupun perbuatan.

Itulah beberapa point cara untuk menumbuhkan rasa cinta anak kepada Al-Qur’an. Semoga kegiatan menghafal Al-Qur’an menjadi hal yang menyenangkan bagi anak-anak, sehingga kita akan mendapat hasil sesuai yang kita harapkan.

Diringkas dari Agar Anak Mencintai Al-Qur’an, Dr. Sa’ad Riyadh

Sumber:IkadiJember

Sepuluh Penghapus Dosa

oleh Aidh Abdullah al-Qarni
Diantara jalan bagi penghapus dosa bagi seorang muslim dan mukmin, diantaranya, pertama, membaca istighfar (memohon ampun), kedua, taubat, ketiga, mengerjakan amal-amal kebaikan yang menghapuskan dosa, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya :
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itlah peringatan bagi orang-orang yang ingat". (QS : Hud :114)
Keempat, berbagai musibah yang menimpa diri manusia yang lemah karena dosa yang telah dilakukannya. Yang paling berat adalah musibah yang mengantarkannya pada kematian dan yang paling ringan adalah duri yang menusuk dirinya serta teriknya sinar matahari yang menyengat.
kelima, doa orang-orang mukmin shalih yang diperuntukkan bagi yang bersangkutan. Keenam, kerasnya rasa sakit saat meregang nyawa dan kesulitan yang dialami oleh orang yang bersangkutan saat menghadapi kematiannya yang kepedihan dan rasa sakitnya tak terperikan. Semoga Allah meringankan penderitaannya bagi diri kami dan juga bari diri anda pada saat yang kritis itu. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ketujuh, Adzab khubur. Tahukah anda apakah adzab khubur itu? Adzab khubur pasti akan mencabut kalbu orang-orang yang mengesakan dan pasti akan terasa hampir melayangkannya, jika mereka mempunyai sedikit keyakinan tentangnya.
Kedelapan, ketakutan yang sangat pada hari menghadap kepada Allah Ta'ala pada hari Kiamat nanti. Itulah saat kita keluar dari khuburan kita dalam keadaan menangis karena berdosa seraya memilkul semua kesalahan dan kedurahakaan yang telah kita lakukan, lalu kita datang untuk dihadapkan kepada peradilan Allah Ta'ala.
Kesembilan, syafa'at Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, syafaat para wali, dan syafaat orang-orang yang shalih. Sesungguhnya hal ini telah dinyatakan kebenarannya oleh kalangan ulama ahli sunnah.
Sepuluh, rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang. Saat semua rahmat telah habis, semua pintu telah tertutup, dan habislah semua kemampuan para hamba. Saat itulah datang pertolongan dari Allah Yang Maha Esa lagi Maha Membalas dan datanglah rahmah dari Allah Ta'ala, lalu Dia merahmati, menolong, dan menyayangi. Maka rahmat-Nyaadalah akhir dari segalanya,yaitu rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang.
Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan, bahwa barangsiapa yang terlewatkan dari sepuluh macam penghapus dosa ini, maka sesungguhnya dia pasti masuk neraka dengan sebenarnya, karena sesungguhnya dia telah lari dari Allah seperti unta yang lari dari pemilikinya dan dia telah pergi dari Allah, sebagaimana seorang budak pembangkang yang pergi dari tuannya.

Carilah Jalan Menuju Hidayah

oleh Aidh Abdullah al-Qarni
Abud Dzar yang menyambut seruan dakwah Nabi Shallahu alaihi wa sallam, sesudah Nabi menyebarkan kepadanya dengan sederhana lgi mudah seperti yang telah diterangkan sebelumnya. Sesudah itu Abu Dzar ra langsung pergi ke bukit Shafa, lalu berteriak : "Hai orang-orang Quraiys, aku telah mengakui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah".
Kalimat sangat menyengat perasaan pemimpin yang melampaui batas dari kalangan orang-orang kafir Quraiys. Mereka berdatangan kepadanya dari segala penjuru dan langsung memukulinya beramai-ramai, hinga hampir saja Abu Dzar tak sadarkan diri dan tubuhnya bermandikan darah. Rasul pun datang kepadanya,sedang tubuhnya penuh dengan darah, karena luka pukulan mereka dan keadaannya seakan-akan mengatakan :
"Jika memang menyenangkan hatimu apa yang telah dilakukan oleh orang yang dengki kepada kami, maka luka ini tidak lah terasa sakit , jika engkau merasa ridha kepadaku".
Rasul Shallahu alaihi wa sallam tersenyum dan bersabda : "Aku tidak memerintahkan ini kepadamu".
Apa artinya pembelaan seperti ini? Apa artinya pengobanan seperti ini?
Selanjutnya, Nabi Shallahu alaihi wa sallam bersabda : "Sekarang pulanglah ke kampung kaummu. Sampai bersua nanti!
Abu Dzar ra pulang dan menebarkan hidayah kepada kaumnya, karena sesungguhnya seorang muslim pada hari dia masuk Islam, tujaun agar dengan Dia memberi petunjuk kepada banyak orang, karena manusia sangat membutuhkan seruan dakwahnya.
"Engkau adalah perbendaharaan mutiara, dan pertama dalam kemelut dunia, meskipun mereka tidak mengenalmu. Engkau adalah dambaan semua generasi, mereka merindukan seruanmu yang tinggi, meskipun tidak mendengarmu".
Abu Dzar bangkit dan mengumpulkan semua kabilahnya di padang sahara, lalu berkata kepada mereka : "Darahku haram bagi darahmu, tubuhku haram bagi tubuhmu, dan harta haram bagi hartamu, sebelum kamu beriman kepada Allah", tegas Abu Dzar. Selanjutnya, Abu Dzar menerankgan agama Islam, seperti yang didengarnya dari Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.
Belum lagi ia tidur pada malam itu telah beriman sebanyak 70 keluarga berikut dengan kaum wanita, kaum pria, dan anak-anak mereka. Selanjutnya, Abu Dzar menghadap ke rah sebuah pohon yang ada di sana dan dia mulai bermeditasi, karena sesungguhnya dia belum mengetahui shalat dan memang shalat waktu itu belum difardhukan.
Ketika Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, tiba-tiba datang Abu Dzar di barisan paling depan dari kaummnya yang telah beriman. Para shahabat pun keluar. Mereka mengira bahwa di sana ada pasukan musuh yang datang dengan maksud menyerang kota Madinah.
Nabi Shallahu alaihi wa sallam keluar pula bersama dengan para shahabatnya dan ternyata yang datang adalah Abu Dzar, seorang lelaki yang hidup atas dasar kalimah "laa ilaaha illalloh", dan bersujud kepada Tuhan yang telah menurunkan kalimah "laa ilaaha illalloh", sed ang dibelakangnya adalah para muridnya yang telah berhasil diislamkannya.
Setelah melihat kedatangan peringatan dini yagn membawa berita gembira alias Abu Dzar ra ini, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, tersenyum :
"Tiada seorang pun yang bernaung di kolong langit dan bercokol diatas hamparan bumi ini lebh jujur ucapannya, selain Abu Dzar", ujar Rasul Shallahu alaihi wa sallam.
Jadi, penyebab yang paling besar bagi seorang hamba untuk meraih hidayah ialah bila mempunyai keinginan yang keras untuk mendapatkannya sebagaimana yang disebutkan dlam firman-Nya :
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepad mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar berserta orang-orang yang berbuat baik". (QS : al-Ankabut : 69).
 
Copyright © IKATAN DA'I INDONESIA Ponorogo. Design by Web Directory | Download from Blog Template
CHEAP Kentucky Derby Tickets, Best Website Hosting, Premium Wordpress Themes