Ikatan Da'i Indonesia Ponorogo Menebar Islam Rahmatan Lil Alamain!

Jl. Soekarno Hatta Pasar Legi Selatan Lt. 2 Blok AD5 Ponorogo

  • PROGRAM IKADI
  • Download
  • DAFTAR JADI DONATUR
  • AGENDA IKADI PONOROGO

Lupakan Jasa dan Kebaikan Diri

Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk.

Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah. Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, sebetulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan.

Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya.
Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan. Maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran. Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi.
Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.

Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru.
Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.

Andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.
Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?

Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya.

Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.

Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.

Wallahu a'lam bishshawab


Dikutip dari Rubrik Manajemen Qalbu situs Daarut Tauhiid

Belajar Dari Lebah


Untuk keluarga yang ingin Sakinah… BELAJAR DARI LEBAH
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah dan terus bertambah (Al Fath 4)
Tidak hanya seorang nabi dan rasul yang pernah mendapatkan wahyu dari Allah, ternyata seekor binatang juga pernah mendapatkan wahyu dari Allah untuk membenahi cara hidup dan pola kehidupannya hingga memperoleh ketenangan yang dapat memancarkan ketenangannya itu kepada manusia.
Surat An Nahl yang artinya lebah, memberikan inspirasi kepada kita untuk bisa menegakkan pilar-pilar kehidupan yang penuh dengan ketenangan. Setidaknya ada lima pilar yang tercermin dalam surat tersebut untuk menuju pada ketenangan hidup.
1. Kemandirian
Lebah dalam membuat sarangnya, ia pergi ke gunung-gunung, bukit, pohon-pohon atau tempat lain yang nyaman untuk melakukan produktifitas madu dan sejenisnya.
Allah berfirman: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (An Nahl 68)
Keluarga muslim bisa belajar bagaimana lebah ini membangun kemandiriannya dalam keluarga, dalam menentukan arah dan kebijakan untuk meraih tujuan. Kemandirian ekonomi, kemandirian nilai dan kemandirian dalam menghadapi berbagai goncangan hidup adalah harga mati yang harus dimiliki oleh keluarga muslim.
Keluarga muslim berarti memiliki kemandirian manakala mampu istiqamah berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan lingkungan yang tidak Islami. Yasir dan Summayyah adalah suami isteri yang memiliki kemandirian nilai sehingga meskipun statusnya sebagai budak, ia mampu mempertahankan aqidah Islam yang diyakininya meskipun harus mati karena kezaliman majikannya yang menginginkan agar ia keluar dari Islam.
Dan dalam kehidupan sekarang yang pengaruh era globalisasi sedemikian besar, memiliki kemandirian nilai menjadi perkara yang amat penting, karena sesama anggota keluarga memang tidak bisa saling mengawasi setiap saat, bahkan tingkat kesibukan yang tinggi membuat anggota keluarga sulit berkomunikasi meskipun alat-alat komunikasi sudah semakin canggih.
2. Selalu makan yang halal
Lebah hanya mengambil makanan dari tempat yang manis, yang halal dan thayyib. Allah berfirman : kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). (An Nahl 69)
Maka jadikanlah keluarga anda sebagai keluarga islami yang hidup dari barang-barang yang halal dan jauh dari ketidak jelasan sumber maisyahnya. Halal dalam mencarinya dan halal dalam membelanjakannya.
Bila syariat telah melarang kita memberi makan keluarga dari sumber nafkah yang haram, maka sudah menjadi kewajiban suami agar hanya memberikan nafkah dari sumber yang halal, sehingga meskipun sedikit nafkah yang dapat diberikan suami tetapi mendapatkan barokah Allah, insya Allah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 172, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari sebaik-baik rezeki yang Aku berikan kepadamu, dan syukurlah kepada Allah, jika kalian benar-benar mengabdi (menyembah) kepada-Nya.
Seorang istri wajib mengingatkan suaminya agar tidak mencari nafkah pada pekerjaan yang dilarang Allah dan tidak mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil. Ia sudah semestinya mengatakan kepada suaminya, “Takutlah kamu dari usaha yang haram sebab kami masih mampu bersabar di atas kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas api neraka”. Sehingga merupakan suatu perbuatan zalim bila suami memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari harta haram. Mereka yang mungkin tidak mengetahui dari mana sebenarnya sumber nafkah yang diperoleh suami akan terkena getah perbuatan kepala keluarganya itu. Sebab dari dalam tubuh mereka telah tumbuh daging yang berasal dari harta haram. Naudzubillahi min dzalik. Semoga Allah melindungi tubuh kita dari harta haram, Allahumma amin.

3. Banyak manfaatnya
Dari input yang baik, maka menghasilkan output yang baik pula. Sebagaimana lebah, keluarga muslim berorentasi pada memberi bukan menunggu pemberian, atau menanti penerimaan dari orang lain. Allah berfirman : “Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya” (An Nahl 69) Dan Rasulullah juga bersabda : Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya
Sebaik-baik keluarga adalah keluarga yang selalu memberi manfaat kepada orang lain. Kebahagiaan bukan hanya kerana mampu memenuhi keperluan diri dan keluarga, tetapi juga mampu memberi kebahagiaan kepada orang lain. Karena menolong orang adalah rezeki bagi kita sebab rezeki tidak semestinya dalam bentuk uang. Menolong orang lain supaya mempunyai harga diri di depan anak dan isterinya juga adalah rezeki. Membantu anak tertangga supaya dapat bersekolah dan berhasil adalah juga rezeki. Kadang-kadang kita berasa berat mengeluarkan apa yang kita peroleh. Padahal apa yang kita keluarkan bagi membantu orang lain itu adalah rezaki kita.
4. Mampu bersosialisasi dengan baik
Lebah dapat hinggap diranting yang kecil tanpa mematahkannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul dengan banyak orang dan dan sabar atas tindakan buruk mereka itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak pernah bergaul dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka”
Maka profil keluarga muslim mestinya memiliki semangat human relation yangbaik, untuk membangun hubungan dan jaringan sosial di tengah masyarakat. Keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan karakteristik atau kepribadian individu atau anak dalam kehidupan bermayarakat. Kunci sukses hidup bermasyarakat adalah kemampuan untuk menjalin hubungan pertemanan. Dan apabila keluarga mengharapkan anaknya mampu bergaul dengan baik dan benar dalam masyarakat, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi terhadap anak sejak dini. Namun, mengajarkan anak suka berteman atau bergaul di dlam lingkungan sosial atau lingkungan masyarakat tidaklah mudah. Khususnya bagi anak yang memang suka menyendiri  atau tidak suka berteman.
Sosialisasi perlu dilakukan terhadap anak, karena apabila anak tidak dibekali aturan-aturan sosial dan nilai-nila islam maka saat anak beranjak remaja atau dewasa dan mulai berteman dengan banyak orang anak akan mendapat benturan dari lingkungan sosial atau lingkungan masyarakatnya. Bentuk dari benturan-benturan ini bisa bermacam-macam, anak yang tidak dibekali oleh aturan-aturan sosial dan nilai islam namun memiliki rasa percaya diri yang kuat, maka anak bisa dianggap aneh oleh masyarakat. Proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua juga ditentukan oleh profesi atau pekerjaan orang tua, status orang tua dilingkungan mayarakat, dan kemampuan ekonomi serta faktor yang lainnya. Berbagai profesi atau pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat penting tentang bagaimana cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
5. Ketulusan yang paripurna
Lebah dengan tulus berperan membantu penyerbukan bunga.Ketulusan ini adalah inspirasi mulia, bahwa memberi itu lebih mulia daripada menadahkan tangan untuk menerima, apalagi meminta-minta. Dalam memberikan apapun  tidak perlu hitung-hitungan karena Allah pun akan menghitung. “Bersedekahlah dan jangan kamu menghitung-hitung sehingga Allah juga akan memakai hitungan-hitungan terhadapmu” (HR Ahmad)
Bukan saja dalam masalah financial, tetapi juga dalam cinta dan kasih saying. “Sebagaimana kamu memperlakukan, begitu pula kamu akan diperlakukan” (HR Ibn “Ady)
Semangat memberi rasa cinta inilah yang akan melanggengkan bangunan keluarga. Karena cinta akan menjadi perekat yang selalu actual menghadapi prahara. Karena orang yang berorentasi untuk memberi tentu akan selalu berusaha untuk menggali dan mencari mutiara dalam keluarga.
Kehidupan rumah tangga Rasulullah penuh dengan ketulusan memberikan rasa cinta. Itu sebabnya dakwah Islam mengalami kesuksesan. Maka setiap muslim dianjurkan untuk selalu tulus memberikan cintanya pada pasangannya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ’alahi wasallam secara tulus mengekspresikan cinta pada para istrinya. Beliau pernah memanggil ’Aisyah dengan sebutan humaira, yang berarti pipi kemerahan. Tentu saja ekspresi cinta berupa pujian ini melambungkan hati ’Aisyah.
Rasulullah pun tidak malu memberikan tulus cinta pada ’Aisyah ketika ada seorang sahabat yang bertanya tentang siapa yang dicintai oleh Nabi. Dari golongan laki-laki Rasulullah menjawab Abu Bakar, sedangkan dari golongan perempuan adalah ’Aisyah.
Rasulullah juga dengan senang hati kerap menjahit sendiri bajunya dan membantu pekerjaan istri-istrinya. Beliau melakukan semuanya sebagai wujud perhatian dan ekspresi tulus cinta kepada sang istri.

Sumber: IkadiSurabaya

Wahai Anakku, Cintailah Al Qur'an


Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak adalah hal yang paling pokok dalam Islam. Dengan hal tersebut, anak akan senantiasa dalam fitrahnya dan di dalam hatinya bersemayam cahaya-cahaya hikmah sebelum hawa nafsu dan maksiat mengeruhkan hati dan menyesatkannya dari jalan yang benar. Para sahabat nabi benar-benar mengetahui pentingnya menghafal Al-Qur’an dan pengaruhnya yang nyata dalam diri anak. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya sebagai pelaksanaan atas saran yang diberikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits yang diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash,

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Sebelum kita memberi tugas kepada anak-anak kita untuk menghafal Al-Qur’an, maka terlebih dahulu kita harus menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an. Sebab, menghafal Al-Qur’an tanpa disertai rasa cinta tidak akan memberi faedah dan manfaat. Bahkan, mungkin jika kita memaksa anak untuk menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan rasa cinta terlebih dahulu, justru akan memberi dampak negatif bagi anak. Sedangkan mencintai Al-Qur’an disertai menghafal akan dapat menumbuhkan perilaku, akhlak, dan sifat mulia.

Menanamkan rasa cinta anak terhadap Al-Qur’an pertama kali harus dilakukan di dalam keluarga, yaitu dengan metode keteladanan. Karena itu, jika kita menginginkan anak mencintai Al-Qur’an, maka jadikanlah keluarga kita sebagai suri teladan yang baik dengan cara berinteraksi secara baik dengan Al-Qur’an. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memuliakan kesucian Al-Qur’an, misalnya memilih tempat paling mulia dan paling tinggi untuk meletakkan mushaf Al-Qur’an, tidak menaruh barang apapun di atasnya dan tidak meletakkannya di tempat yang tidak layak, bahkan membawanya dengan penuh kehormatan dan rasa cinta, sehingga hal tersebut akan merasuk ke dalam alam bawah sadarnya bahwa mushaf Al-Qur’an adalah sesuatu yang agung, suci, mulia, dan harus dihormati, dicintai, dan disucikan.

Sering memperdengarkan Al-Qur’an di rumah dengan suara merdu dan syahdu, tidak memperdengarkan dengan suara keras agar tidak mengganggu pendengarannya. Memperlihatkan pada anak kecintaan kita pada Al-Qur’an, misalnya dengan cara rutin membacanya.

Adapun metode-metode yang bisa digunakan anak mencintai Al-Qur’an diantaranya adalah:

1. Bercerita kepada anak dengan kisah-kisah yang diambil dari Al-Qur’an.

Mempersiapkan cerita untuk anak yang bisa menjadikannya mencintai Allah Ta’ala dan Al-Qur’an Al-Karim, akan lebih bagus jika kisah-kisah itu diambil dari Al-Qur’an secara langsung, seperti kisah tentang tentara gajah yang menghancurkan Ka’bah, kisah perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir, kisah Qarun, kisah nabi Sulaiman bersama ratu Bilqis dan burung Hud-hud, kisah tentang Ashabul Kahfi, dan lain-lain.

Sebelum kita mulai bercerita kita katakan pada anak, “Mari Sayangku, bersama-sama kita dengarkan salah satu kisah Al-Qur’an.”

Sehingga rasa cinta anak terhadap cerita-cerita itu dengan sendirinya akan terikat dengan rasa cintanya pada Al-Qur’an. Namun, dalam menyuguhkan cerita pada anak harus diperhatikan pemilihan waktu yang tepat, pemilihan bahasa yang cocok, dan kalimat yang terkesan, sehingga ia akan memberi pengaruh yang kuat pada jiwa dan akal anak.

2. Sabar dalam menghadapi anak.

Misalnya ketika anak belum bersedia menghafal pada usia ini, maka kita harus menangguhkannya sampai anak benar-benar siap. Namun kita harus selalu memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepadanya.

3. Menggunakan metode pemberian penghargaan untuk memotivasi anak.

Misalnya jika anak telah menyelesaikan satu surat kita ajak ia untuk jalan-jalan/rekreasi, atau dengan menggunakan lembaran prestasi/piagam penghargaan, sehingga anak akan semakin terdorong untuk mengahafal Al-Qur’an.

4. Menggunakan semboyan untuk mengarahkan anak mencintai Al-Qur’an.

Misalnya :
Saya mencintai Al-Qur’an.
Al-Qur’an Kalamullah.
Allah mencintai anak yang cinta Al-Qur’an.
Saya suka menghafal Al-Qur’an.
Atau sebelum menyuruh anak memulai menghafal Al-Quran, kita katakan kepada mereka, “Al-Qur’an adalah kitab Allah yang mulia, orang yang mau menjaganya, maka Allah akan menjaga orang itu. Orang yang mau berpegang teguh kepadanya, maka akan mendapat pertolongan dari Allah. Kitab ini akan menjadikan hati seseorang baik dan berperilaku mulia.”

5. Menggunakan sarana menghafal yang inovatif.

Hal ini disesuaikan dengan kepribadian dan kecenderungan si anak (cara belajarnya), misalnya :

* Bagi anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik melalui pendengarannya, dapat menggunakan sarana berupa kaset, atau program penghafal Al-Qur’an digital, agar anak bisa mempergunakannya kapan saja, serta sering memperdengarkan kepadanya bacaan Al-Qur’an dengan lantunan yang merdu dan indah.
* Bagi anak yang peka terhadap sentuhan, memberikannya Al-Qur’an yang cantik dan terlihat indah saat di bawanya, sehingga ia akan suka membacanya, karena ia ditulis dalam lembaran-lembaran yang indah dan rapi.
* Bagi anak yang dapat dimasuki melalui celah visual, maka bisa mengajarkannya melalui video, komputer, layer proyektor, melalui papan tulis, dan lain-lain yang menarik perhatiannya.

6. Memilih waktu yang tepat untuk menghafal Al-Qur’an.
Hal ini sangat penting, karena kita tidak boleh menganggap anak seperti alat yang dapat dimainkan kapan saja, serta melupakan kebutuhan anak itu sendiri. Karena ketika kita terlalu memaksa anak dan sering menekannya dapat menimbulkan kebencian di hati anak, disebabkan dia menanggung kesulitan yang lebih besar. Oleh karena itu, jika kita ingin menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an di hati anak, maka kita harus memilih waktu yang tepat untuk menghafal dan berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Adapun waktu yang dimaksud bukan saat seperti di bawah ini:
Setelah lama begadang, dan baru tidur sebentar,
Setelah melakukan aktivitas fisik yang cukup berat,
Setelah makan dan kenyang,
Waktu yang direncanakan anak untuk bermain,
Ketika anak dalam kondisi psikologi yang kurang baik,
Ketika terjadi hubungan tidak harmonis anatara orangtua dan anak, supaya anak tidak membenci Al-Qur’an disebabkan perselisihan dengan orangtuanya.

Kemudian hal terakhir yang tidak kalah penting agar anak mencintai Al-Qur’an adalah dengan membuat anak-anak kita mencintai kita, karena ketika kita mencintai Al-Qur’an, maka anak-anak pun akan mencintai Al-Qur’an, karena mereka mengikuti orang yang dicintai. Adapun beberapa cara agar anak-anak kita semakin mencintai kita antara lain:

* Senantiasa bergantung kepada Allah, selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak-anak. Dengan demikian Allah akan memberikan taufikNya dan akan menyatukan hati kita dan anak-anak.
* Bergaul dengan anak-anak sesuai dengan jenjang umurnya, yaitu sesuai dengan kaedah, “Perlakukan manusia menurut kadar akalnya.” Sehingga kita akan dengan mudah menembus hati anak-anak.
* Dalam memberi pengarahan dan nasehat, hendaknya diterapkan metode beragam supaya anak tidak merasa jemu saat diberi pendidikan dan pengajaran.
* Memberikan sangsi kepada anak dengan cara tidak memberikan bonus atau menundanya sampai waktu yang ditentukan adalah lebih baik daripada memberikan sangsi berupa sesuatu yang merendahkan diri anak. Tujuannya tidak lain supaya anak bisa menghormati dirinya sendiri sehingga dengan mudah ia akan menghormati kita.
* Memahami skill dan hobi yang dimiliki anak-anak, supaya kita dapat memasukkan sesuatu pada anak dengan cara yang tepat.
* Berusaha dengan sepenuh hati untuk bersahabat dengan anak-anak, selanjutnya memperlakukan mereka dengan bertolak pada dasar pendidikan, bukan dengan bertolak pada dasar bahwa kita lebih utama dari anak-anak, mengingat kita sudah memberi makan, minum, dan menyediakan tempat tinggal. Hal ini secara otomatis akan membuat mereka taat tanpa pernah membantah.
* Membereskan hal-hal yang dapat menghalangi kebahagiaan dan ketenangan hubungan kita dengan anak-anak.
* Mengungkapkan rasa cinta kepada anak, baik baik dengan lisan maupun perbuatan.

Itulah beberapa point cara untuk menumbuhkan rasa cinta anak kepada Al-Qur’an. Semoga kegiatan menghafal Al-Qur’an menjadi hal yang menyenangkan bagi anak-anak, sehingga kita akan mendapat hasil sesuai yang kita harapkan.

Diringkas dari Agar Anak Mencintai Al-Qur’an, Dr. Sa’ad Riyadh

Sumber:IkadiJember

Sepuluh Penghapus Dosa

oleh Aidh Abdullah al-Qarni
Diantara jalan bagi penghapus dosa bagi seorang muslim dan mukmin, diantaranya, pertama, membaca istighfar (memohon ampun), kedua, taubat, ketiga, mengerjakan amal-amal kebaikan yang menghapuskan dosa, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya :
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itlah peringatan bagi orang-orang yang ingat". (QS : Hud :114)
Keempat, berbagai musibah yang menimpa diri manusia yang lemah karena dosa yang telah dilakukannya. Yang paling berat adalah musibah yang mengantarkannya pada kematian dan yang paling ringan adalah duri yang menusuk dirinya serta teriknya sinar matahari yang menyengat.
kelima, doa orang-orang mukmin shalih yang diperuntukkan bagi yang bersangkutan. Keenam, kerasnya rasa sakit saat meregang nyawa dan kesulitan yang dialami oleh orang yang bersangkutan saat menghadapi kematiannya yang kepedihan dan rasa sakitnya tak terperikan. Semoga Allah meringankan penderitaannya bagi diri kami dan juga bari diri anda pada saat yang kritis itu. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ketujuh, Adzab khubur. Tahukah anda apakah adzab khubur itu? Adzab khubur pasti akan mencabut kalbu orang-orang yang mengesakan dan pasti akan terasa hampir melayangkannya, jika mereka mempunyai sedikit keyakinan tentangnya.
Kedelapan, ketakutan yang sangat pada hari menghadap kepada Allah Ta'ala pada hari Kiamat nanti. Itulah saat kita keluar dari khuburan kita dalam keadaan menangis karena berdosa seraya memilkul semua kesalahan dan kedurahakaan yang telah kita lakukan, lalu kita datang untuk dihadapkan kepada peradilan Allah Ta'ala.
Kesembilan, syafa'at Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, syafaat para wali, dan syafaat orang-orang yang shalih. Sesungguhnya hal ini telah dinyatakan kebenarannya oleh kalangan ulama ahli sunnah.
Sepuluh, rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang. Saat semua rahmat telah habis, semua pintu telah tertutup, dan habislah semua kemampuan para hamba. Saat itulah datang pertolongan dari Allah Yang Maha Esa lagi Maha Membalas dan datanglah rahmah dari Allah Ta'ala, lalu Dia merahmati, menolong, dan menyayangi. Maka rahmat-Nyaadalah akhir dari segalanya,yaitu rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang.
Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan, bahwa barangsiapa yang terlewatkan dari sepuluh macam penghapus dosa ini, maka sesungguhnya dia pasti masuk neraka dengan sebenarnya, karena sesungguhnya dia telah lari dari Allah seperti unta yang lari dari pemilikinya dan dia telah pergi dari Allah, sebagaimana seorang budak pembangkang yang pergi dari tuannya.

Carilah Jalan Menuju Hidayah

oleh Aidh Abdullah al-Qarni
Abud Dzar yang menyambut seruan dakwah Nabi Shallahu alaihi wa sallam, sesudah Nabi menyebarkan kepadanya dengan sederhana lgi mudah seperti yang telah diterangkan sebelumnya. Sesudah itu Abu Dzar ra langsung pergi ke bukit Shafa, lalu berteriak : "Hai orang-orang Quraiys, aku telah mengakui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah".
Kalimat sangat menyengat perasaan pemimpin yang melampaui batas dari kalangan orang-orang kafir Quraiys. Mereka berdatangan kepadanya dari segala penjuru dan langsung memukulinya beramai-ramai, hinga hampir saja Abu Dzar tak sadarkan diri dan tubuhnya bermandikan darah. Rasul pun datang kepadanya,sedang tubuhnya penuh dengan darah, karena luka pukulan mereka dan keadaannya seakan-akan mengatakan :
"Jika memang menyenangkan hatimu apa yang telah dilakukan oleh orang yang dengki kepada kami, maka luka ini tidak lah terasa sakit , jika engkau merasa ridha kepadaku".
Rasul Shallahu alaihi wa sallam tersenyum dan bersabda : "Aku tidak memerintahkan ini kepadamu".
Apa artinya pembelaan seperti ini? Apa artinya pengobanan seperti ini?
Selanjutnya, Nabi Shallahu alaihi wa sallam bersabda : "Sekarang pulanglah ke kampung kaummu. Sampai bersua nanti!
Abu Dzar ra pulang dan menebarkan hidayah kepada kaumnya, karena sesungguhnya seorang muslim pada hari dia masuk Islam, tujaun agar dengan Dia memberi petunjuk kepada banyak orang, karena manusia sangat membutuhkan seruan dakwahnya.
"Engkau adalah perbendaharaan mutiara, dan pertama dalam kemelut dunia, meskipun mereka tidak mengenalmu. Engkau adalah dambaan semua generasi, mereka merindukan seruanmu yang tinggi, meskipun tidak mendengarmu".
Abu Dzar bangkit dan mengumpulkan semua kabilahnya di padang sahara, lalu berkata kepada mereka : "Darahku haram bagi darahmu, tubuhku haram bagi tubuhmu, dan harta haram bagi hartamu, sebelum kamu beriman kepada Allah", tegas Abu Dzar. Selanjutnya, Abu Dzar menerankgan agama Islam, seperti yang didengarnya dari Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.
Belum lagi ia tidur pada malam itu telah beriman sebanyak 70 keluarga berikut dengan kaum wanita, kaum pria, dan anak-anak mereka. Selanjutnya, Abu Dzar menghadap ke rah sebuah pohon yang ada di sana dan dia mulai bermeditasi, karena sesungguhnya dia belum mengetahui shalat dan memang shalat waktu itu belum difardhukan.
Ketika Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, tiba-tiba datang Abu Dzar di barisan paling depan dari kaummnya yang telah beriman. Para shahabat pun keluar. Mereka mengira bahwa di sana ada pasukan musuh yang datang dengan maksud menyerang kota Madinah.
Nabi Shallahu alaihi wa sallam keluar pula bersama dengan para shahabatnya dan ternyata yang datang adalah Abu Dzar, seorang lelaki yang hidup atas dasar kalimah "laa ilaaha illalloh", dan bersujud kepada Tuhan yang telah menurunkan kalimah "laa ilaaha illalloh", sed ang dibelakangnya adalah para muridnya yang telah berhasil diislamkannya.
Setelah melihat kedatangan peringatan dini yagn membawa berita gembira alias Abu Dzar ra ini, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, tersenyum :
"Tiada seorang pun yang bernaung di kolong langit dan bercokol diatas hamparan bumi ini lebh jujur ucapannya, selain Abu Dzar", ujar Rasul Shallahu alaihi wa sallam.
Jadi, penyebab yang paling besar bagi seorang hamba untuk meraih hidayah ialah bila mempunyai keinginan yang keras untuk mendapatkannya sebagaimana yang disebutkan dlam firman-Nya :
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepad mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar berserta orang-orang yang berbuat baik". (QS : al-Ankabut : 69).

Jangan Pernah Lengah

Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya, seorang mukmin akan selalu memandang dosanya seperti halnya orang yang duduk di bawah kaki gunung dan ia takut gunung itu akan runtuh menimpanya. Sedangkan, orang yang fajir (yang maknanya berlawanan dengan kata mukmin) akan memandang dosanya seperti seekor lalat yang terbang dan hinggap di batang hidungnya.” (HR Bukhari).
Lebih lanjut, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat hamba-hamba-Nya, dibandingkan dengan seseorang yang turun pada satu tempat yang sudah hancur, sambil membawa air dan makanan di hewan tunggangannya. Tidak lama kemudian, ia menyandarkan kepalanya, lalu tertidur pulas. Ketika bangun, ia tidak menemukan hewan tunggangannya tersebut hingga ia diserang hawa panas sampai kehausan dan kelaparan. Ia lantas memasrahkan semuanya kepada Allah SWT. Setelah mencari ke sana ke mari dan tidak menemukan yang dicarinya, ia lantas berkata, ‘Aku akan kembali saja ke tempatku semula.’ Setelah sampai, ia kembali tidur pulas. Ketika bangun, hewan tunggangannya telah kembali berada di sisinya.” (HR Bukhari)
Manusia bisa juga disebut insan, karena mereka dalam hal-hal tertentu sering lupa dan lalai untuk berbuat kebaikan. Kelalaian ini akhirnya berujung dosa dan kesalahan akibat pelanggaran yang dilakukan terhadap rambu-rambu yang Allah SWT sudah tentukan. Padahal dosa adalah nilai buruk di sisi Allah SWT yang akan membuat seorang hamba menderita di hari akhirat kelak.
Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah dan dosa. Ini yang Nabi SAW singgung dalam hadis yang lain, bahwa iman manusia itu sifatnya fluktuatif (kadang tinggi, sedang, dan rendah). Berbeda dengan imannya para Malaikat yang stabil, dan tak pernah berubah. Atau berbeda pula dengan iman iblis yang selalu berada di tingkat rendahnya.
Pada saat manusia berada pada puncak keimanan, ia akan bisa melampaui iman para malaikat. Namun, ketika imannya rendah, ia bisa lebih rendah dari imannya iblis. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya Kami akan isi api neraka jahanam dengan kebanyakan jin dan manusia, karena mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179).
Ketika iman berada pada titik nadirnya yang paling menghawatirkan, di sinilah dosa-dosa itu bermunculan bak jamur yang tumbuh di musim hujan. Pada saat seperti ini, Allah SWT menegur hamba-hamba-Nya untuk segera bertaubat. Karena, dengan taubat itulah, seorang yang telah berdosa dijamin pasti akan diampuni, sehingga kembali lagi ke level iman tertingginya. ”Katakanlah [wahai Muhammad], ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian semuanya jika bertaubat. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Zumar: 53).
Lengah menjaga dan memperkuat iman berarti memudahkan syetan menguasai diri kita. Lengah mengingat Allah berarti melemahkan pertahanan diri dari serangan syetan. Lengah memadati waktu-demi waktu dengan amal shaleh berarti memudahkan diri terjerumus dalam tindakan salah atau sia-sia. Lengah mengendalikan diri dari penguasaan malas berbuat kebaikan berarti kemungkinan besar menyeret diri pada situasi yang berbuah penyesalan. Lengah membiarkan iman menurun drastis tanpa kesadaran dan perlawanan, adalah ancaman serius akan terjerumus pada su’ul khatimah!

Keteguhan Melahirkan Kesinambungan

TSABAT:Keteguhan Melahirkan Kesinambungan
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim (14): 27)
“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. Al Sajadah (32): 23-24)

Hidup itu kadang mendaki dan kadang menurun.
Saat mendaki kadang menemui tebing yang terjal, dan saat menurun berjumpa dengan lubang-lubang yang menganga. Kiri-kanan jalan pun bisa berupa sawah yang membentang atau jurang yang curam. Hidup itu selalu berhadapan dengan tantangan, besar atau kecil, mudah atau sulit. Perjalanan sebuah organisasi tak ubahnya seperti perjalanan hidup manusia, juga mengalami pasang surut dan berhadapan dengan rintangan dan tantangan.
Tantangan dan rintangan itu sejatinya adalah ujian sekaligus peluang untuk meningkatkan kapasitas personal dan komunal. “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al Ankabut (29): 3) Bahwa ujian itu selalu ada dan terjadi. Kadang berbuah kesyukuran, kadang juga berbuah kekufuran. Saat berhadapan dengan ujian, ada yang mampu bersabar, yaitu al shadiqin (orang-orang yang benar). Ada yang tidak mampu bersabar saat berhadapan dengan bala` dan tidak mampu bersyukur ketika memperoleh nikmat. Mereka adalah para pendusta.
Tsabat bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Dan tsabat bagai benteng bagi pemimpin dan orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya. Ia sebagai daya tahan yang melahirkan sikap pantang menyerah. Tsabat itu ketahanan diri dalam menghadapi berbagai hal yang merintanginya, hingga organisasinya mampu meraih cita-cita dan merealisasikan tujuan-tujuannya. Dalam tsabat ada kemuliaan karena adanya konsistensi pada prinsip yang diyakininya serta tidak larut bersama arus.
Tsabat itu berarti senantiasa bekerja dan berjuang, menempuh perjalanan yang amat panjang sampai batas akhir terminal kehidupan, dengan kemenangan di dunia ataupun gugur di medan laga.([1]“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya”. (QS. Al Ahzab (33): 23).
Tantangan kesinambungan suatu organisasi berupa faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal adalah pihak-pihak luar yang tidak menginginkan organisasi tersebut tumbuh dan berkembang. Mereka berupaya untuk memangkas pertumbuhannya atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya organisasi itu akan bertabrakan dengan kepentingannya. Adapun tantangan internal berupa sikap, perilaku, moral yang dimiliki para anggota atau kebijakan-kebijakan internal organisasi itu yang menyimpang dari idealitas.
Rasulullah -shalla Allahu `alaihi wa sallama- pernah mendapat tawaran menggiurkan dengan syarat meninggalkan dakwah yang beliau tekuni. Imbalannya cukup besar; kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menolak dan membaca firman Allah, “Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan…”. (QS. Fushilat (41): 1- sampai dengan ayat 13).([2])
Pada perang Tabuk ada palajaran berharga tentang tsabat ini. Perang Tabuk atau dikenal juga dengan ghazwa al `usrah (peperangan sulit) adalah ujian bagi kaum muslimin. Yang beriman dipastikan turut serta dalam peperangan itu, sementara orang-orang munafik dipastikan tidak turut serta. Tapi ada tiga orang mukmin, dikarenakan udzur, tidak turut dalam peperangan yang tejadi di bulan Rajab tahun ke-9 hijriyah itu, yaitu Ka`ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi`.
Karena absen dari peperangan, Rasulullah menjatuhkan sanksi. Ka`ab dan dua sahabatnya dikucilkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Bahkan istri-istri mereka juga tidak menegur. Hukuman itu berlangsung sekitar 50 hari. Sanksi itu dirasa berat oleh ketiga sahabat itu hingga bumi yang luas terasa sempit. Ka`ab bin Malik bercerita, di saat merasakan pedihnya sanksi itu, datang utusan Raja Ghassan membawa surat untuknya. Surat itu sebagai bentuk solidaritas dari Raja Ghassan untuk Ka`ab dan teman-temannya yang tengah menjalani hukuman. Dalam suratnya Ghassan memberi tawaran kepada Ka`ab untuk meninggalkan Muhammad dan para sahabatnya, Ka`ab akan diberi kedudukan terhormat.             Setelah membaca surat itu Ka`ab berkomentar, “Wa hadza aidlan min al bala`’, tawaran ini adalah musibah dan ujian juga.([3]) Ka`ab menolak, meskipun ia terbebani sanksi, godaan dan tawaran dari Raja Ghassan tidak mampu melunturkan keteguhan Ka`ab untuk tetap setia kepada Nabi Muhammad -shalla Allahu `alaihi wa sallama- dan kaumnya.
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan  kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Taubah (9): 118)
Pada masa khalifah Al Ma`mun terjadi fitnah khalqu al Quran (Al Quran sebagai makhluk). Imam Ahmad bin Hambal sangat tegar menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang diinginkan Khalifah. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin, Imam Ahmad bin Hambal menerima hukuman penjara dan cambuk. Salah satu murid beliau datang dan meminta kepada sang Imam untuk menuruti saja apa yang diinginkan oleh khalifah. Imam Ahmad menjawab, “Lihatlah di luar! Masyarakat membawa kertas dan pena, mereka menanti apa jawabanku kemudian mereka akan menulisnya. (Bila aku katakan demikian), diriku selamat tapi aku membuat mereka tersesat.”([4])
Namun tidak sedikit orang yang kendur daya tahannya. Ada yang berguguran karena tekanan materi. Tergoda oleh rayuan harta benda, membuatnya berani mengkhianati hati nurani dan cita-cita organisasi. Bahkan ia akhirnya sangat haus dan rakus pada harta benda duniawi yang fana ini. Dan ia jadikan harta benda itu sebagai tuhannya. Ada pula yang rontok daya juangnya karena tekanan keluarga. Keluarganya menghendaki sikap hidup yang berbeda dengan nilai dan keyakinannya. Ada juga yang tidak tahan karena tekanan politik yang sangat keras.
Oleh karena itu sikap tsabat mesti berlandaskan istiqamah pada petunjuk- petunjuk suci (al istiqamah `ala al huda). Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki, tidak mudah terbujuk oleh bisikan nafsu dan tekanan orang lain. Sehingga diri kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian. Ia tidak memiliki keinginan sedikit pun untuk menyimpang.
Tsabat melahirkan keberanian menghadapi realita hidup. Ia tidak cengeng dengan beragam persoalan. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan. “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. (QS. Al Anfal (8): 45).
Al Buhturi dalam baris syairnya mengungkapkan bahwa jiwa yang berani akan siap menghadapi resiko apapun dan akan tetap tegar berdiri di atas keyakinannya, ‘nafsun tudhi’u wa himmatun tatawaqqadu, jiwa yang menerangi dan cita-cita yang menggelora’. Sebab jiwa yang semacam itu menjadi bukti bahwa ia benar dalam mengarungi bahtera hidupnya.
Tsabat mengantarkan pada ketenangan hati. Ketenangan hati menumbuhkan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan banyak kalangan. Karena itu sikap tsabat menjadi cermin kepribadian. Dan cermin itu berada pada bagaimana sikap dan jiwanya dalam menjalani arah hidupnya, juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya.
Semua orang sangat membutuhkan cermin untuk memperbaiki dirinya. Dari cermin  kita dapat mengarahkan sikap salah kepada sikap yang benar. Dan cermin amat membantu untuk mempermudah menemukan kelemahan diri sehingga dengan cepat mudah diperbaikinya. Rasulullah –Shalla Allahu `alaihi wa sallama- mendudukan peran seorang mukmin bagi cermin bagi mukmin lainnya.([5])
Tsabat adalah cermin diri. Karena tsabat dapat menjadi mesin penggerak jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengokohkannya. Tidak sedikit orang yang jiwanya mati, tapi hidup kembali karena mendapatkan energi dari ketsabatan seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang limbung menghadapi segala kepahitan. Seorang ulama mengingatkan, “Berapa banyak orang yang jiwanya mati kemudian menjadi hidup, dan jiwa yang hidup menjadi layu karena daya tahan yang dimiliki seseorang”. Dan disitulah fungsi dan peran tsabat.
Setiap kesuksesan dan kejayaan memerlukan sikap tsabat dan istiqamah dalam mengarungi aneka ragam bentuk kehidupan. Tentu tidak akan ada kesuksesan dan kejayaan secara cuma-cuma. Ia hanya akan dapat dicapai manakala kita memiliki prasyaratnya. Yakni sikap tetap istiqamah menjalani hidup ini. Keteguhan hati merupakan benteng yang sesungguhnya. Bagi yang memperkokoh bentengnya niscaya ia tidak akan mudah goyah oleh badai sekencang apapun.
Kegemilangan organisasi hanya dapat diraih oleh sikap konsisten terhadap prinsip. Tidak mudah larut oleh desakan kepentingan yang mengarah pada kecenderungan duniawi. Tanpa sikap tsabat, akan mudah terseret pada putaran kehancuran dan kerugian dunia dan akhirat. “Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami. Dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat pula sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami”. (QS. Al Isra’ (17): 73 – 75). Sikap ini menjadi daya tahan terhadap tantangan apapun dan dari sanalah ia mencapai kejayaannya. Sebagaimana yang diingatkan Rasulullah -shalla Allahu `alaihi wa sallama- pada Khabab bin Al ‘Arts agar tetap bersabar dan berjiwa tegar menghadapi ujian, bukan dengan sikap yang tergesa-gesa.([6]) Apalagi dengan sikap yang menginginkan hidup ini tanpa hambatan dan sumbatan.
Untuk mencapai sasaran hidup yang dikehendaki tidak ada jalan lain kecuali dengan bermodal tsabat. Teguh meniti jalan yang sedang dilaluinya, meskipun perlahan-lahan. Dalam dunia fabel dikisahkan kura-kura dapat mengalahkan kancil mencapai suatu tempat. Kura-kura meski jalan pelan-pelan namun akhirnya menghantarkan dirinya pada tempat yang dituju.
Imam ‘Athaillah al Sakandary menasehati muridnya untuk selalu tekun dalam berbuat agar meraih harapannya dan tidak cepat lelah atau putus asa untuk mendapatkan hasilnya. ‘Barang siapa yang  menggali sumur lalu berpindah pada tempat yang lain untuk menggali lagi dan seterusnya berpindah lagi maka selamanya ia tidak akan menemukan air dari lobang yang ia gali. Tapi bila kamu telah menggali lobang galilah terus hingga kamu dapatkan air darinya meski amat melelahkan’. Karenanya ketekunan dan ketelatenan menjdi alat bantu untuk mencapai  cita-cita dan harapan yang dikehendakinya. Dan kedua hal itu merupakan pancaran sikap tsabat seseorang.
“Duhai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”.([7])

([1]) Hasan al Banna, Majmu`ah Rasail, 398. ([2]) Ali Muhammad al Shallabi, Sirah Nabawiyah,  vol. 1, hlm. 205.
([3]) Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Fiqh al Sirah al Nabawiyah, hlm. 439.
([4]) Tadzkira al Naqib, (Maktabah al Syamilah, Edisi II), hlm. 16.
([5]) Sunan Abi Daud, No. 4272.
([6]) Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Fiqh al Sirah al Nabawiyah, hlm. 118.
([7]) Sunan Turmudzi, No. 2066.

Sumber:IkadiMalang

Hati-hati dengan Mata

”Mata adalah panglima hati. Hampir semua perasaan dan perilaku awalnya dipicu oleh pandangan mata. Bila dibiarkan mata memandang yang dibenci dan dilarang, maka pemiliknya berada di tepi jurang bahaya. Meskipun ia tidak sungguh-sungguh jatuh ke dalam jurang”. Demikian potongan nasihat Imam Ghazali rahimahullah dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Beliau memberi wasiat agar tidak menganggap ringan masalah pandangan. Ia juga mengutip bunyi sebuah sya’ir, “Semua peristiwa besar awalnya adalah mata. Lihatlah api besar yang awalnya berasal dari percikan api.”
Hampir sama dengan bunyi sya’ir tersebut, sebagian salafushalih mengatakan, “Banyak makanan haram yang bisa menghalangi orang melakukan shalat tahajjud di malam hari. Banyak juga pandangan kepada yang haram sampai menghalanginya dari membaca Kitabullah.”
Semoga Allah memberi naungan barakahNya kepada kita semua. Fitnah dan ujian tak pernah berhenti. Sangat mungkin, kita kerap mendengar bahkan mengkaji masalah mata. Tapi belum tentu kita termasuk dalam kelompok orang yang bisa memelihara pandangan mata. Padahal, seperti diungkapkan oleh Imam Ghazali tadi, orang yang keliru menggunakan pandangan, berarti ia terancam bahaya besar karena mata adalah pintu paling luas yang bisa memberi banyak pengaruh pada hati.
Menurut Imam Ibnul Qayyim, mata adalah penuntun, sementara hati adalah pendorong dan pengikut. Yang pertama, mata, memiliki kenikmatan pandangan. Sedang yang kedua, hati, memiliki kenikmatan pencapaian. “Dalam dunia nafsu keduanya adalah sekutu yang mesra. Jika terpuruk dalam kesulitan, maka masing-masing akan saling mecela dan mencerai,” jelas Ibnul Qayyim. Pemenuhan hasrat pencapaian seringkali menjadi dasar motivasi yang menggebu-gebu untuk mendapatkan atau menikahi seseorang. Padahal siap nikah dan siap jadi suami/istri adalah dua hal yang berbeda. Yang pertama, nuansa nafsu lebih dominan; sedangkan yang kedua, sarat dengan nuansa amanah, tanggung-jawab dan kematangan.
Simak juga dialog imajiner yang beliau tulis dalam kitab Raudhatul Muhibbin: “Kata hati kepada mata, “Kaulah yang telah menyeretku pada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman dan kebun yang tak sehat. Kau salahi firman Allah, “Hendaklah mereka menahan pandangannya”. Kau salahi sabda Rasulullah saw, “Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut pada Allah, maka Allah akan memberi balasan iman padanya, yang akan didapati kelezatan dalam hatinya.” (HR.Ahmad)
Tapi mata berkata kepada hati, “Kau zalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan mengikuti jalan yang engkau tunjukkan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula. Dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati ” (HR. Bukhari dan Muslim). Hati adalah raja. Dan seluruh tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik maka baik pula pasukannya. Jika rajanya buruk, buruk pula pasukannya. Wahai hati, jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu, dan kebaikan mereka adalah kebaikanmu . Sumber bencana yang menimpamu adalah karena engkau tidak memiliki cinta pada Allah, tidak suka dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, asma dan sifat-sifatNya. Allah berfirman, “Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada”. (QS.AI-Hajj:46)
Banyak sekali kenikmatan yang menjadi buah memelihara mata. Coba perhatikan tingkat-tingkat manfaat yang diuraikan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Al-Jawabul Kafi Liman Saala Anid Dawa’i Syafi. “Memelihara pandangan mata, menjamin kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat. Memelihara pandangan, memberi nuansa kedekatan seorang hamba kepada Allah, menahan pandangan juga bisa menguatkan hati dan membuat seseorang lebih merasa bahagia, menahan pandangan juga akan menghalangi pintu masuk syaithan ke dalam hati.
Mengosongkan hati untuk berpikir pada sesuatu yang bermanfaat, Allah akan meliputinya dengan cahaya. Itu sebabnya, setelah firmanNya tentang perintah untuk mengendalikan pandangan mata dari yang haram, Allah segera menyambungnya dengan ayat tentang “nur”, cahaya. (Al-Jawabul Kafi, 21)
Perilaku mata dan hati adalah sikap tersembunyi yang sulit diketahui oleh orang lain, kedipan mata apalagi kecenderungan hati, merupakan rahasia diri yang tak diketahui oleh siapapun, kecuali Allah swt, “Dia (Allah) mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati “. (QS. Al-Mukmin: 9). Itu artinya, memelihara pandangan mata yang akan menuntun suasana hati, sangat tergantung dengan tingkat keimanan dan kesadaran penuh akan pengetahuan Allah yang tidak ada batasnya.

Belajar Dari Burung Hud-Hud

Umat Islam patut bersyukur karena ajaran & agama yang dianutnya adalah agama yang telah diridhai oleh Allah Taala.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْأِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian yang ada di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. 2 Ali Imran:19
Islam adalah agama para nabi & umat-umat terdahulu ketika mereka masih lurus menjalankan agama mereka sesuai dg perintah rasul & nabi mereka. 2:132-133 136; 3:52 64 84; 5:111. Karena itu umat Islam kaya akan kisah & pelajaran dari umat-umat terdahulu. Kisah yang dialami oleh saudaranya seiman dalam menegakkan tauhid & memakmurkan bumi. Kisah & kejadian yang dialami umat terdahulu dapat kita lihat pd kalamullah utk diambil ibrah & dars. Pengkisahan merupakan salah satu uslub dari asalib quraniyah fi tarbiyatil ummah.

muhasabah diri dengan cara mudah





1. Sholat wajib tepat waktu,selalu berdoa dan berdzikir kepada Allah
Dengan sholat, berdo’a dan dzikir kepada Allah, Inya Allah hati menjadi tenang, damai dan makin dekat dengan-Nya

2. Sholat tahajud
Dengan sholat tahajud Insya Allah cenderung mendapatkan perasaan tenang. Hal
ini dimungkinkan karena di tengah kesunyian malam didapatkan kondisi
keheningan dan ketenangan suasana,yang tentu saja semua itu hanya dapat
terjadi atas izin-Nya. Pada malam hari, diri ini tidak lagi disibukkan
dengan urusan pekerjaan ataupun urusan-urusan duniawi lainnya sehingga
dapat lebih khusyu saat menghadap kepada-Nya.

3. Mengingat kematian yang dapat datang setiap saat
Kematian sebenarnya sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. Dan dapat secepat kilat menjemput.

Walau Berzikir Tetap Saja Lupa



“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab: 41)
Pastilah zikir itu teramat penting sehingga Allah tidak sekedar meminta kita berzikir tapi zikir sebanyak-banyaknya.
Pastilah zikir itu sangat dibutuhkan oleh hati manusia sebagaimana ikan itu butuh dengan air, sehingga Allah mengharuskan zikir sebanyak-banyaknya.
Pastilah zikir itu sangat menentukan baik atau buruknya kondisi hati, maka Allah wajibkan hati itu mengingat sebanyak-banyaknya Sang Penguasa hati.

Manusia yang Hatinya Telah Mati


Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.

Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembuskan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati biologis. Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda, "Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan." (HR At-Thabrani dari Ammar RA).

Bahaya Waktu Luang


Di samping pengangguran telah lahir ribuan hal-hal buruk dan mengajak kepada kemusnahan dan kebinasaan. Kalau bekerja itu adalah misinya orang-orang hidup, maka orang-orang yang menganggur itu adalah orang-orang mati. Kalau dunia kita sekarang ini merupakan waktu bekerja menanam untuk kehidupan mendatang, maka mereka yang tidak bekerja itu lebih patut disebut sebagai manusia yang pailit. Tidak ada panenan yang akan mereka tuai kecuali kebinasaan dan kerugian.
Nabi SAW telah memperingatkan terhadap kelalaian banyak orang dari nikmat sehat dan nikmat  waktu yang telah diberikan kepada mereka: "Dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu; sehat dan waktu luang." (HR.Bukhari)

Jurnal awal 2011


Melihat realita dakwah yang semakin hari semakin memperlihatkan keseriusan. Selain itu animo masyarakat yag mulai menyadari akan arti penting ad-din(agama) ini sebagai landasan dasar dalam hidup agar memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan maka IKADI Ponorogokini mulai berusaha memberikan layanan sebagai bentuk kepedulian kami dalam urusan agama ini.

Kiat Meredam Amarah



Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah (H.R. Malik).

Tadabbur Qs Al-Syarh ( Alam Nasyrah)


(1) Bukankah kami Telah melapangkan untukmu dadamu? (2) Dan kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, (3) Yang memberatkan punggungmu[*]? (4) Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu[**], (5) Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (7) Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[***], (8) Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

Semangat Tahun Baru



“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Qs. Al-Hasyr : 18.

MABIT IKADI 22 Januari 2011

Alhamdulilah IKADI telah dapat menyelenggarakan MABIT ( Malam Bina Iman dan Taqwa ) yang ke 5 kalinya. kegiatan ini udah berjalan sejak ebelum ramadahan tahun lalu. Jika dilihat dari jamaahnya, alhamdulilah udah banyak. Rata-rata peserta dari pada pelajar dan mahasiswa. ini dikarenakan mungkin orang dewasa cenderung memiliki kesibukan sendiri-sendiri sehingga tidak dapat hadir dalam kegiatan MABIT 22 Januari lalu. Namun demikian, alhamdulillah dalam acara ini ketua IKADI PD Ponorogo Ust. Ahmad Zubaidi, Lc, M.A dapat hadir bersama para jamaah.

Pengajian Umum IKADI

Alhmdulilah padatanggal 16 Januari kemarin, IKADI Ponorogo dapat menyelenggarakan Pengajian Umum untuk para tukang becak, parkir dan sol sepatu. Alhamdulilah sejak tahun 2010 kemarin, kegiatan ini dapat berjalan berkesinambungan dansemoga memberikan dampak yan signifikan bgi saudara kita. Disadari atau tidak, emua orang butuh pengetahuan agama, butuh pencerahan karena ini adalah fitrah.

Foto Ikadi Ponorogo

 
Copyright © IKATAN DA'I INDONESIA Ponorogo. Design by Web Directory | Download from Blog Template
CHEAP Kentucky Derby Tickets, Best Website Hosting, Premium Wordpress Themes